Monday 30 May 2016

Kebudayaan Kota Dompu NTB

KEBUDAYAAN KOTA DOMPU

A. Pakaian Adat

Dalam rangka melestarikan pakaian khas Bumi Nggahi Rawi Pahu, para istri Polisi atau yang dikenal dengan sebutan Ibu-ibu Bhayangkari Polres Dompu menghelat suatu kegiatan. Yaitu berupa tour bersama satu rombongan para ibu Bhayangkari tersebut dengan mengenakan pakaian adat masyarakat  Dompu mengunjungi beberapa tempat khusus seperti Pendopo Bupati Dompu, Rumah Adat Dompu di Kelurahan Bada, Masjid Agung hingga ke Texas. Tapi bukan Texas di luar Negeri , Texas yang dimaksud adalah Pemandagan Teka Sire.

Para ibu tersebut terlihat sangat feminim dan anggun dengan busana khas rimpu dan kebaya yang merupakan pakaian adat daerah Dompu. Perpaduan warna dan corak nan serasi dan cantik menambah kemolekan para istri perwira Polisi dan istri Bintara tersebut laksana pemilihan Putri Pariwisata yang digelar oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Dompu bulan Desember lalu.

Kegiatan yang berlangsung selama dua hari yaitu pada hari Senin dan Selasa tanggal 10 dan 11 Pebruari dengan mengenakan rimpu menggunakan kain tenun sarung jenis nggoli pada hari pertama dan dihari yang kedua dengan memakai kebaya khas Dompu yang dilengkapi berbagai assesoris seperti gelang dan manik-manik lainnya itu dimaksudkan untuk menjaga kelestarian pakaian adat daerah.

Uniknya kegiatan ini adalah para istri perwira dan Bintara Polisi itu bukan semuanya putri Dompu asli tetapi banyak yang berasal dari luar kabupaten Dompu seperti dari Banjarmasin, Bali, Jawa, Lombok, NTT, dan lain-lain. “Ini adalah kegiatan rutin tahunan dengan maksud agar kita semua dapat mengenal serta melestarikan budaya dan pakaian adat Dompu,” jelas Ketua Panitia, Lily Susana yang merupakan istri Kapolres Dompu AKBP Purnama, S.I.K yang sedang duduk berdampingan dengan Dra. Hj. Ery Aryani (Pembina Ibu Bhayangkari).

B. Makanan

Di dompu biasanya sering makan nasi ketan yang di bakar dengan bambu. Biasanya orang dompu menyebutnya dengan sebutan “Timbu” atau dalam bahasa indonesianya " Nasi Bambu ".

timbu ini terbuat dari beras ketan dan di bakar memakai bambu, setelah itu bambu yg di dalamnya berisi beras ketan dan di campur dengan santan. setelah semua di masukan di bambu langsung di panggang dan melaliu beberapa proses sampai matang dan langsug bisa di sajikan. Timbu ini apabila makan dengan beras ketan yang hitam yang telah di dandang rasanya pun tambah enak dan gurih.











C. Khas Dompu

Suku Dompu tersebar di 4 kecamatan, yakni kecamatan Huu, kecamatan Dompu, kecamatan Kempo dan kecamatan Kilo. Mereka berkomunikasi sehari-hari menggunakan bahasa Dompu yang kadang disebut juga sebagai bahasa Nggahi Mbojo. Menurut cerita asal-usul Dompu, dahulu kala di daerah ini merupakan salah satu daerah bekas kerajaan, yaitu Kerajaan Dompu yang kemudian diperkirakan merupakan salah satu kerajaan tua.

Suku Dompu memiliki bangunan rumah tradisional, yaitu Uma Jompa dan Uma Panggu. Uma Jompa berfungsi sebagai lumbung padi. Sedangkan Uma Panggu adalah rumah yang terbuat dari kayu atau papan dan berbentuk panggung. Berdasarkan konstruksinya, Uma panggu dibedakan menjadi dua jenis. Pertama, Uma Ceko yang merupakan rumah asli Dompu, kedua, Uma Pa’a Sakolo yang dibawa masyarakat migran Bugis yang dibangun di daerah pesisir.
Salah satu kerajinan budaya, yang terkenal dari Dompu, adalah kain tenun Muna, yaitu kain songket Dompu atau Tembe Nggoli. Walaupun produksinya terkesan sama seperti Lombok dan Sumbawa, namun nilai budaya yang terkandung di dalamnya sangat tinggi dan terus turun-temurun antar generasi. Setiap perempuan Dompu wajib untuk bisa menenun dan tiap rumah wajib mempunyai perangkat alat tenun. Kain tenun Dompu ini sudah terkenal karena keindahan dan kehalusan kainnya jadi jangan lupa sisihkan dana Anda untuk membawanya sebagai oleh-oleh.
Berikut ini adalah alat untuk membuat kain tenun yang TRADISIONAL dan masih di jaga kelestariannya.
Ini adalah contoh kain tenun yang telah selesai di buat.

 Tradisi upacara adat juga masih sering ditemui di wilayah penduduk asli Dompu, misalnya dalam upacara perkawinan Nika Ra Nako (perkawinan untuk rakyat biasa) dan Campo ra kaboro (perkawinan bagi kaum bangsawan) terdapat Teka Ra Ne’e (kegiatan menumbuk padi secara beramai-ramai ditempat berlangsungnya perkawinan, Kapanca(yaitu upacara memberi rias titik-titik putih atau hitam pada dahi dan telapak tangan pengantin wanita), Lafa (akad nikah yang menurut faham dan anutan masyarakat Dompu),Nenggu (menunggu kedatangan suami untuk duduk bersanding), Tawori ro Pamaco(pemberian selamat disertai hadiah). Untuk upacara kehamilan juga ada Salama Loko (membetulkan letak bayi untuk usia kandung 7-8 bulan, Cafi Sari (membersihkan lantai dari bekas-bekas persalinan), setelah proses kelahiran akan diadakan Boru (mencukur rambut bayi dengan mencukur rambutnya dan menyentuhkannya dengan tanah, Suna Ra Ndoso (acara sunatan bagi seorang anak), dan masih banyak lagi.

Penduduk Dompu juga masih taat dalam mengenakan pakaian adat mereka di tengah kehidupan sehari-hari. Untuk wanita, mengenakan celana panjang sampai pangkal betis, baju kuru lengan panjang. Ketika keluar rumah memakai tenunan tembe nggoli atau tembe bali mpida dan to’du me’e. Pada saat menghadiri acara maka biasanya memakai RimpuRimpu sendiri terdiri atas dua macam, yaitu: Rimpu Colo, untuk wanita yang sudah menikah dan Rimpu Mpida untuk wanita yang masih gadis atau remaja. Pakaian kaum laki-laki cenderung lebih sederhana yaitu memakai katente tembe seperti model celana pendek dari kain, badan diselubungkan dengan weri ditambah sambolo. Pakaian ini biasanya dipakai ketika ke sawah, ke gunung dan kesehariannya. Seiring perkembangan mereka mulai mengenakan baju koko, tembe dan sarowa dondo.














Sumber : nadiabayu

0 comments:

Post a Comment